Cara Jepang Mengatasi Kemacetan Lalu Lintas


Penyebab terbesar kemacetan adalah peningkatan volume kendaraan yang tidak diimbangi dengan sarana jalan yang ada. Artinya kalo gamau macet pilihannya adalah menambah sarana jalan atau mengontrol peningkatan volume kendaraan. Dan jika meninjau dari keterbatasan lahan yang ada, rasanya pilihan nomer dua lebih feasible untuk diimplementasikan. Berikut adalah cara yang dilakukan Jepang untuk mengontrol peningkatan volume kendaraannya. Mudah-mudahan bisa diterapkan di Indonesia suatu saat nanti.

1. Pembatasan tingkat emisi pada setiap kendaraan


Di kaca depan setiap mobil di jepang ditempeli sticker sertifikasi uji emisi dengan batas waktu masa berlakunya. Jika lewat masa berlakunya maka polisi berhak menilang. Uji emisi ini dilakukan berkala. Biasanya waktu uji emisi pertama adalah 3 tahun setelah membeli mobil, kemudian setiap dua tahun setelah itu. Uji emisi ini dilakukan oleh perusahaan swasta yang tersertifikasi di Jepang. Hasil uji emisi berupa data tingkat emisi yang dikeluarkan mobil kita dan daftar suku cadang yang harus diganti untuk mengembalikan performa mobil ini dengan tingkat emisi yang diperbolehkan. Untuk mendapatkan sertifikat uji emisi, semua suku cadang dalam daftar tersebut harus diganti. Biasanya ini memakan biaya yang cukup mahal yang untuk beberapa kasus biayanya melebihi biaya jika membeli mobil baru. Pada saat itulah orang membuang mobil lamanya dan mengganti dengan yang baru. Dengan begitu, bertambahnya satu unit mobil baru di jalan diimbangi dengan berkurangnya satu unit mobil tua di jalan. hasilnya jumlah mobil di jalan konstan.

2. Pengaturan pajak


Semakin tua sebuah kendaraan maka pajak yang harus dibayar menjadi lebih tinggi. Hal ini mengacu pada tingkat emisi yang dikeluarkan kendaraan ini. Semakin tua sebuah kendaraan maka produksi emisinya menjadi lebih tinggi dan berkontribusi lebih besar dalam mengotori lingkungan, hal ini yang menyebabkan nilai pajaknya yang lebih tinggi. Hal ini juga membuat orang lebih memilih punya mobil baru karena malas bayar pajak yang tinggi. Seperti halnya poin nomor satu di atas, pertanyaannya adalah "trus mobil lamanya dikamanain?", "dibuang?? dibuang kemana?" Untuk yang kondisinya masih baik bisa dijual lagi dengan harga yang tentunya lebih murah dan si pembeli pun harus bersiap-siap membayar pajak yang cukup tinggi. Untuk yang kondisinya sudah jelek, mobil ini dihancurkan kemudian di recycle. FYI, untuk menghancurkan mobilnya si pemilik pun harus mengeluarkan biaya lagi, membuat orang semakin malas punya mobil sendiri.

3. Parkir mahal


Untuk parkir di apato (apartemen tempat orang jepang biasa tinggal) biaya parkir perbulan biasanya mencapai 20000 sampai 25000 yen. Jika dikonversi ke rupiah sekitar 2,5 juta sampai 3 juta rupiah per bulan. Di tempat-tempat umum seperti mall, bandara, dll biasanya parkir menggunakan system coin yang dihitung perjam. Biasanya biaya yang diperlukan sekitar 200 yen per jam. Jika dikonversi ke rupiah sekitar 25000 rupiah perjamnya. Walaupun ada juga tempat-tempat yang digratiskan untuk parkir biasanya di kantor dan di tempat umum yang tidak terlalu besar seperti convenience store, restoran-restoran kecil, dll.

4. Biaya tol mahal


Biaya yang diperlukan saat lewat satu gerbang tol sekitar 900-1000 yen. Jika dikonversi ke rupiah sekitar 100 ribu rupiah. Kalau bepergian cukup jauh biasanya melewati 2 sampai 3 kali gerbang tol. 2 hari yang lalu saya bersama rekan di kantor pergi ke Narita untuk menjemput rekan kami yang datang dari Indonesia. Kami kemudian mengantar mereka ke apatonya di Funabashi shi Chiba Ken, baru kemudian kembali ke kantor di Fujisawa Shi Kanagawa Ken. Seharian itu ongkos tol yang dikeluarkan sekitar 10ribu yen. jika dikonversi ke rupiah berarti satu juta rupiah hanya untuk biaya tol pada hari itu.

5. Sarana transportasi umum yang baik


Dari semua uraian di atas, point ke 5 inilah yang memang jadi kuncinya. Sarana transportasi umum seperti bus dan kereta api yang nyaman, teratur, informatif, selalu tepat waktu dan relatif murah membuat orang cenderung memilih menggunakannya dibandingkan punya kendaraan sendiri. Kereta datang setiap 5 menit sekali dan tepat waktu. Di stasiun, di dalam kereta, di internet kita bisa dengan mudah mengakses informasi rute untuk mencapai suatu tempat lengkap dengan estimasi waktu dan biaya yang diperlukan. Biaya yang diperlukan pun relatif lebih murah. Biaya untuk rute terjauh "Odakyu-Line" jalur kereta yang biasa saya pakai dari shinjuku station sampai enoshima station adalah 610 yen kalo dikonversi sekitar 65000 rupiah. Padahal shinjuku dan enoshima berada di provinsi yang berbeda. Jauh lebih mudah dan murah daripada menggunakan mobil pribadi.

Kesimpulannya, untuk membatasi volume kendaraan cara yang dilakukan adalah dengan meningkatkan biaya operasional penggunaan mobil pribadi yang hasilnya bisa dijadikan pendapatan negara, dan membuat sarana transportasi umum yang memadai yang membuat orang nyaman saat mengendarainya. Gimana caranya ya membuat transportasi di Indonesia bisa seperti ini? setidaknya mengurangi masalah kemacetannya. Tantangan untuk kita para generasi muda untuk menyelesaikannya demi masa depan bangsa tercinta Indonesia yang lebih baik.

source

Tidak ada komentar:

Posting Komentar