Kawasan Ancol pernah menjadi tempat wisata para meneer Belanda di abad 17. Kala itu pusat pemerintahan VOC berada di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa dan Kota Tua Jakarta. Jaraknya tak terlalu jauh dari Ancol. Saat itu sebagian kawasan Ancol sudah tertata dengan baik, pantainya pun bersih. Sementara sisanya merupakan hutan dan rawa.
Tapi saat Batavia diserang endemi malaria sekitar 1700-1800an, pemerintah Belanda lalu menggeser pusat kota menjauh dari pesisir. Ancol pun ikut ditinggalkan para meneer yang takut terserang malaria. Dia tidak lagi jadi primadona.
Sejak itu, kawasan Ancol jarang dikunjungi orang. Masyarakat setempat lalu membuat empang untuk memelihara ikan dan udang. Kondisi ini berlangsung ratusan tahun.
Hingga Indonesia Merdeka, kawasan ini masih menjadi kawasan liar yang tak terurus.
"Dulu Ancol nggak kaya sekarang rame begini. Dulunya cuma empang, nggak ada apa-apanya. Sepi banget. Masih hutan, makanya sering dibilang tempat jin buang anak," kata Tarmiji (60), warga Ancol saat berbincang dengan merdeka.com beberapa waktu lalu.
Tarmiji menjelaskan kawasan Ancol baru dibangun periode 1960an. Dia mengingat dulu alat-alat berat merambah hutan kawasan Ancol.
"Waktu saya kecil, masih tahun 60an. Inget ada proyek, segala macam alat berat yang aneh-aneh ada. Ada bule juga. Anak-anak pengen liat tapi ga boleh. Bahaya kata mandornya," beber pria yang sehari-hari berjualan rokok ini.
Dalam buku Jejak Soekardjo Hardjosoewirjo di Taman Impian Jaya Ancol yang ditulis Sugianto Sastrosoemarto dan Budiono dan diterbitkan Kompas, sejarah masa lalu Ancol digambarkan tak jauh beda.
Soekardjo adalah orang yang memimpin proyek Taman Impian Jaya Ancol. Dialah yang membuka hutan belantara untuk dibangun kawasan Ancol mulai tahun 1962.
"Pantai Ancol yang masih berupa rawa-rawa, semak dan masih belum tersentuh merupakan kawasan yang menyeramkan. Orang menganggap kawasan itu tak layak ditempati. Bahkan dianggap sebagai tempat jin buang anak."
"Di kawasan yang sangat luas itu benar-benar sangat sepi. Tidak ada akses yang memadai, belum ada pemukiman dan gelap karena belum ada listrik," kenang Soekardjo dalam bukunya.
Tak menyangka jika Ancol akan menjadi sebesar dan semegah sekarang.
Source
Tidak ada komentar:
Posting Komentar